Wednesday, May 23, 2012

are u aware.....? ^^



"Love is blind,......"

.....begitulah kalimat yang sering didengung-dengungkan sahabat-sahabat saya semasa SMA dulu. Ungkapan ini dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa ‘cinta’ memilih subjeknya berdasarkan adanya ‘rasa’ saja dan tidak memerdulikan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi terjadinya ‘cinta’ itu sendiri. Mungkin maksudnya ketika anda memilih untuk menerima ungkapan ‘cinta’ dari seseorang yang bagi kebanyakan orang dikategorikan tak pantas untuk memiliki cinta siapapun, atau  ketika anda melihat sepasang kekasih yang terdiri dari individu yang super tampan atau cantik dan orang yang dapat dikategorikan ‘biasa-biasa’ saja. Hal seperti inilah yang bagi sebagian besar orang dianggap sebagai proses love is blind tadi.


Namun, setelah saya sadari saat ini, ternyata tak hanya love is blind tapi justru everything is blind untuk kita. Kecuali bila anda termasuk insan yang memiliki sixth sense dan dapat meramal masa depan. Mengapa saya katakan demikian? Sebab, kultur sebagian besar masyarakat kita hanya melihat sesuatu dari ‘kulit luar’nya saja. Mereka menganggap, ‘kulit luar’ sesuatu itu telah mencerminkan isi yang ada didalamnya. Bila anda juga memiliki alur berpikir seperti itu, maka anda mungkin termasuk salah satu dari mereka. Padahal, bila saja anda jeli melihat berbagai fenomena unik disekitar anda  atau bahkan melalui pesawat televisi, anda mungkin akan percaya tesis saya tadi. Bila anda menginginkan contoh, sebut saja beberapa kasus kriminal yang menghebohkan beberapa tahun lalu. Yang saya maksud disini adalah pelaku jagal yang mengegerkan Jombang diwaktu lalu. Ketika saya melihat penampilah fisiknya tak terbesit sedikitpun pikiran bahwa ia telah melakukan banyak kasus criminal yang merepotkan semua pihak. Beberapa kasus penculikan dan pemerkosaan juga demikian, kebanyakan pelakunya memiliki rupa yang tak dapat digolongkan ‘ala kadarnya’ namun justru parlente dan klimis-klimis. Demikian juga dengan beberapa pembobol bank yang say abaca beritanya di media. Melinda Dee misalnya, memiliki fisik yang rupawan, namun siapa sangka ia merupakan salah satu pembobol bank terbesar dan mengkoordinir sekelompok debt collector untuk menindas banyak orang.


Begitu juga pengalaman saya ketika tinggal di Jakarta dua tahun yang lalu. Saya sering bertemu dengan beberapa korban pencurian atau pelecehan seksual yang kebetulan berada ditempat yang sama dengan saya. Menurut mereka, pelaku kejahatan terhadap mereka justru orang-orang yang berpakaian rapi, tidak berpakaian lusuh bahkan lebih mirip eksekutif muda dengan dandanan yang necis. Mungkin karena tidak ‘berbentuk’ layaknya pelaku kejahatan yang umumnya digambarkan bertampang sangar, menenteng golok dan bertubuh besar, maka tingkat kewaspadaan setiap orang terhadap apa yang akan terjadi kepadanya menjadi berkurang. Kembali lagi, hal ini terjadi karena kita kerap melihat sesuatu dari ‘kulit luar’nya saja.


Dalam konteks per’cinta’an, tesis saya tentang everthing is blind tadi, juga masih sangat relevan. Mindset kebanyakan orang yang masih memilih ‘cinta’ berdasarkan pilihan rasional, telah turut mempengaruhi pilihannya nya sendiri. Diakui atau tidak, anda dan bahkan saya sendiri kerap memilih ‘cinta’ berdasarkan cover luarnya saja. Setiap pemuda jombler (sebutan saya untuk ‘jomblo’) tentu akan lebih tertarik kepada seorang gadis yang cantik dan kaya, ketimbang yang hanya cantik, atau kaya saja. Atau ketertarikan beberapa gadis terhadap pemuda yang tampan dan punya mobil, ketimbang yang hanya tampan saja. Fenomena ini membuat saya membenarkan apa yang dikatakan oleh Gerrard dalam the Ugly Truth, bahwa man or women, is always pick a person with a better resume. Orang sering membuat berbagai kualifikasi yang diinginkannya untuk menentukan standarnya sendiri terhadap ‘cinta’ yang akan diterimanya. Apabila ia berpenghasilan tinggi, satu check. Ia mengendarai mobil untuk ke kantor, satu check lagi. Memiliki deposito miliaran, satu check lagi. Hingga pada akhirnya, yang akan dipilih adalah kandidat yang memiliki check terbanyak atau yang senang saya sebut sebagai the walking checklist. Saya tidak dalam posisi menyalahkan pemegang prinsip ini, dan saya juga paham bahwa sebagian besar masyarakat kita memang masih menggunakan rasio untuk beberapa hal.


Tetapi, menurut pengalaman saya, prinsip tersebut memiliki beberapa kelemahan sendiri. Karena yang diperhatikan adalah perpektif fisiknya saja, maka sikap dan sifatnya cenderung tidak diprioritaskan. Padahal, bisa saja orang yang tajir tadi bukanlah orang yang penyayang dan selalu ada disaat yang diperlukan. Ia mungkin juga bukan orang yang jujur. Sehingga suatu saat nanti ketika anda mengetahui berbagai masalah atau kekurangannya, anda mungkin akan menyesal lalu meninggalkannya (karena anda memutuskan untuk rasional). Lalu bagaimana bila hal itu juga terjadi pada diri anda? Orang yang anda harapkan untuk menjaga hati, justru pergi segera ketika ia tahu kekurangan yang anda miliki. Everthing is blind bukan? Tak ada yang pasti. Saya dapat berargumen seperti ini karena telah seringkali melihatnya terjadi. Di titik ini, masa depan sebuah ‘hubungan’ percintaan tak dapat anda ramalkan. Saya pernah mengetahui seorang pemuda yang memilih untuk menjadi bagian dari kelompok rasional tadi, dan mencari ‘cinta’nya dengan berpikir secara logis. Ia memilih gadis yang profesinya paling mapan, yang keliatannya paling pandai ditempat kerja dengan latar belakang keluarga harmonis. Tapi yang ia dapatkan sungguh kontras, ternyata gadis yang diharapkannya itu sangat pandai membangun alibi (walaupun kadang konyol) dan berbicara tanpa kejujuran (menurutnya). Bahkan (ini yang lebih parah), ternyata ia telah memiliki suami yang sah, selama setengah tahun masa pertunangannya dengan pemuda tadi.


Sungguh, bukan maksud saya untuk meminta anda berprasangka buruk pada pasangan anda, lalu memaksa ia untuk mengakui apa saja. Tetapi yang paling penting kenalilah dulu siapa ‘cinta’ anda. Karena sekali lagi, everthing is blind dan akan tetap demikian hingga anda mendapatkan setitik kebenaran. Untuk kasus si pemuda tadi, bila saja ia berpegang pada sebuah logika dasar tentang ‘rasa suka’, yakni tulus dan jujur, maka ia mungkin takkan mudah terperdaya. Sebab jika seseorang mencintai dengan tulus, maka ia akan melakukan apa saja untuk kebahagiaan ‘cinta’nya, tak perduli seberapa susahnya upaya yang mesti ditempuh. Bukankah ‘cinta’ itu mestinya tulus diberikan? Bukankah setiap insan itu berharap untuk selalu mendapatkan perhatian? Karena ketika memutuskan untuk berada dibawah sebuah ikatan yang sah, anda mesti siap dengan segala konsekuensi yang ada.


Jadi, memilih dengan rasional ataupun tidak terserah kepada anda. Namun apakah anda yakin bila penerima ‘cinta’ anda menginginkan anda bahagia? Bila yang muncul selanjutnya adalah ‘sakit hati’, apakah mungkin anda benar-benar telah menemukan ‘cinta’? yang tahu jawabannya tentu anda sendiri. Love is illogical and unreasonable. Bila anda ‘jatuh cinta’, ya cinta saja, tak perduli apa atau siapakah dia. Tak perlu memberikan kualifikasi rumit yang pada akhirnya hanya akan menyusahkan anda sendiri dalam mencapainya. Kurang lebih sama seperti ketika anda suka dengan nasi goring, ketika ada yang bertanya mengapa anda suka, anda mungkin akan kebingungan lalu dengan santai menjawab, karena ‘suka’ saja. Seperti itulah mestinya sebuah proses ‘cinta’ itu mengalir, dan mungkin inilah yang disebut dengan love is blind.


Pada akhirnya, dengan semakin dewasanya kita dalam berpikir, tanpa disadari, kita akan memilih siapa saja orang-orang yang akan masuk ke dalam lingkaran hati kita. Tidak perlu banyak orang yang masuk ke dalam lingkaran tersebut, sebab yang langsung memilih adalah hati itu sendiri. Sedekat apa pun kita dengan orang tersebut, tidak menjamin akan dipilih oleh hati.

(Jazakallah buat mba' Floweria, kata-katanya indah sekali)…(^_^)

No comments:

Post a Comment