Wednesday, May 23, 2012

" who needs a private lesson....? "



        In studying, the student at school is usually facing many problems. One of them might be the lack of understanding about the subjects that taught by the teachers. There are several subjects that usually considered as the most difficult lesson to understood, which are Sciences, Math and English. In order to ensure that the pupils are mastering the lessons, their parents often suggest them to take some after school programs. The program is aimed to strengthen the students’ understanding about their previous lessons. As a remedial, this is a great effort. But on the other hand, more effort is sometimes means additional problems. These matters are depending on the capability of both parents and students in taking the private lessons.

        The first thing might be an additional expenditure. For several people, distributing more money to cover the cost for extra lessons could be a potential problem. As I experienced as an English mentor, parents with a limited financial-resources are always facing the matter to decide, whether they should spend the money for extra lessons, or keep it to fulfill their daily needs. Private courses are expensive. It is only stand for a small group of people or even a one-on-one learning method. The situation leads this method as a high cost learning system. Unfortunately, when the students need more exercises for different lesson, the amount of cash to spend would be raised. This argument will put the parents at a difficult situation, especially for the family with a limited income.

        The second would be the students themselves. Most children love to do their hobbies and interests, whether in sports or arts. This activity will give them a self-confidence which is needed in the process of self-building. By attending to an after-school lesson, the children will have a limited time to enhance their interests. This could lead the students to a stressful situation. Instead of providing solution in learning, the additional lesson after an exhausted school hours will give more pressure to the pupils.

        In short, the extra lesson might give more benefit in assisting the students to master the learning materials. It will very useful for students who have matters in understanding the topics. But on the other hand, the activity could provide another problem, which are, the inability of parents to spend more funds and the lack of spare time for children to extend their interest. Moreover, if the teacher at school is highly qualified for delivering the materials, then it is not necessary for the pupils to have some after-school courses.

"Jakarta: the metro-problemo city"


         As the capital city of Indonesia, the city of Jakarta has transforms into a super metropolitan city. The incredible rises of sky scrappers and super-blocks of apartments and malls have changes its face. In line with the high progress at the infrastructure sector, the growth of the transportation mode is also amazed. When the city raises its competitive value, the citizens would mostly go in the same way. This situation leads every people to go mobile. They always travel from one place to another in short time, and always being hurry. In order to make these people are easier in traveling, they need to have their own car or motorcycles. As the recent data that has been released, each year, the statistics of personally-owned cars and motorcycles are rises every year. For the Government, as the decision- maker, which is continuously earning high contribution from taxes every year, this is good news. But on the other hand, most people do not realize that the increases of traffics and high progressive numbers of cars and motorcycles have led the public transportation into a new matter, congestion.

         In Jakarta, the traffic congestion might happen every hour. Not only at the morning and evening, but also goes every time. Even some extended roads added by the local government are still unsuccessful to reduce the problem. This matter put the situation more complicated. Congestion makes everybody snares at the roads. They will need more time to go to some place, and get their gasoline wasted for stuck in it. At the same moment, the air pollution will increase significantly. The weather could be harmful for everyone especially children.

         In order to solve the problem, the city administrators need to change its recent paradigm. They need to realize that providing a better and inexpensive transportation mode is more important than increase the number of the roads. Besides put the high infrastructure cost in its building-process, additional roads are considered as a short-term solution for this matter. One of the best solutions might be the downtown Electrical Train System. An integrated train mode is long considered at the big city such as, New York and Tokyo, as an alternative way for reducing the traffic congestion. Actually, Jakarta has already had a breakthrough transportation mode, which is known as Busway or Transjakarta. Although it is still followed by some recent problems like the limited track to cover the whole destinations in the city, but so far, it is quite good for decreasing the breakdown.

         The traffic congestion could only being solved by a radical mind. It means the local decision-maker in Jakarta need to maximize its potential to conquer the matters, even in a very limited public area. The government is also expected to arrange more brand-new transportation system, without significantly change the existed systems. More innovations by the local government would reduce the congestion gradually.

"spongeroscope"


Belakangan saya menjadi lebih puyeng dengan makin banyaknya kerjaan di kantor. Apalagi dengan pergeseran beberapa pengurus divisi yang turut berperan menghasilkan kesibukan ekstra yang tak pernah saya harapkan sebelumnya. Tetapi asyiknya di tempat saya bekerja, sesibuk apapun, anda tetap akan punya waktu luang untuk sekedar bersantai dan berdiskusi tentang apa saja.

          Dari obrolan bebas diantara sesama teman kantor, tema obrolan malah mengacu seputar zodiac dan shio. Ternyata beberapa teman sangat yakin bahwa kepribadian dan etos kerja seseorang memiliki relasi yang erat dengan zodiac atau shio yang dimilikinya. Terus terang, saya bukanlah seseorang yang yakin seratus persen dengan ihwal dan kebenaran kedua jenis ramalan umum itu, saya hanya meyakini yang kira-kira benar adanya (menurut saya begitu).

          Disini saya lebih tertarik membicarakan shio, karena berdasarkan browsingan singkat di dunia maya, ternyata shio yang saya miliki merupakan salah satu diantara sekian banyak shio yang memiliki sifat-sifat terpuji. Secara garis besar sifat-sifat tersebut dapat disimpulkan sebagai, rendah hati, ramah dan memiliki cita rasa yang tinggi. Oleh karena saya meyakini bahwa kesimpulan itu benar adanya, maka saya percaya dengan shio yang menaungi saya.

          Namun terkadang, sebagian besar sahabat saya percaya sekali dengan shio-shio itu, bahkan beberapa diantaranya meyakini bahwa pengaruhnya linier dengan kepribadian orang yang dinaunginya. Pemilik shio Kelinci merupakan pribadi yang baik hati, bila anda bershio Macan berarti anda orang yang menyebalkan dan suka menyuruh-nyuruh, pemilik shio Kerbau selalu dapat memimpin semua orang dan pemilik shio Anjing dan Babi merupakan orang-orang yang penderitaannya bahkan telah dimulai ketika mereka lahir di tahun kedua hewan itu. Pemilik shio
Naga berarti orang yang membosankan dan suka memukul orang tanpa alasan. Dengan kata lain, karakter setiap orang telah disematkan melalui pemahaman pershioan seperti ini, akhirnya terbentuk pola pikir bahwa kemampuan tiap-tiap individu beserta masa depannya telah terprediksi dengan hadirnya shio-shio ini.

          Yang unik, penyematan pemilik shio Kerbau sebagai orang yang lebih pantas memimpin menimbulkan tanda tanya tersendiri. Apakah didalam dunia mitologi China, Kerbau memiliki posisi yang demikian istimewa, bahkan melampaui Naga dan Macan yang saya pahami sebagai symbol kekuatan dan kebijaksanaan. Dan yang lebih ekstrim, apakah sebagian besar pemimpin saat ini bershio Kerbau? (walaupun yang mirip sih mungkin banyak), lantas apakah kita dapat menggunakan terminology kerbau ini untuk memuji atasan yang bijak memimpin? Seperti memuji boss dengan kalimat “wah anda seperti kerbau pak!” atau “anda memang bijak seperti kerbau, bu!”, maka alih-alih mendapatkan promosi jabatan, anda justru mungkin akan diturunkan dari posisi anda saat ini.

          Walaupun demikian, saya cenderung tidak sejalan dengan pemikiran seperti itu, karena sifat-sifat setiap orang itu berbeda. Tergantung dari lingkungan serta tempat dimana ia tinggal dan seperti apa kehidupannya. Secara spesifik, saya lebih senang menggunakan analogi lain untuk mengelompokkan setiap individu, yaitu Spongebob Squarepants. Memang, selain saya memang senang dengan lelucon-lelucon segar yang ada di kartun itu, saya juga tersadar bahwa ternyata sifat alamiah manusia dapat pula digambarkan dengan cerdik. Tokoh-tokoh seperti Spongebob, Patrick, Shandy, Plankton, Mr. Crab dan Squidward, saya anggap dapat merefleksikan sifat setiap orang.

          Orang dengan karakter seperti Patrick sering membuat bingung siapa saja. Mereka terlalu spontan sehingga kerap dianggap konyol oleh sebagian orang. Sekalipun lugu, orang dengan karakter seperti ini cenderung bersikap ramah dan bersahaja. Pekerjaan yang diberikan kepada orang jenis ini lebih sering terbengkalai karena mereka tidak dapat bekerja dalam tim. Hal ini berbeda dengan Shandy yang cerdas dan disukai oleh siapa saja. Mereka selalu haus dengan pengetahuan dan memiliki banyak cara untuk melakukan eksperimen. Kelompok Shandy memiliki banyak pengalaman yang dapat dibagi dengan orang disekitarnya. Mereka memiliki semangat yang tinggi untuk berusaha dan seringkali mengalirkan energi positif bagi teman-temannya. Namun Shandy seringkali teledor, mereka hampir selalu dapat memulai sesuatu dengan baik, tetapi tidak selalu dapat mengakhirinya dengan sempurna.

          Kelompok Plankton dan Mr. Crab sebenarnya memiliki sifat dasar yang hampir serupa yakni banyak akal dan kerap dianggap licik karena menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Meskipun demikian, keduanya merupakan pekerja keras. Mereka memiliki banyak ide untuk mewujudkan keinginannya dan tak pernah menyerah sekalipun mesti jatuh berkali-kali, karena sejatinya pencapaian yang diinginkan oleh kedua kelopok ini adalah sebuah kesempurnaan.

          Orang-orang yang memiliki sifat seperti Squidward juga pada dasarnya menghendaki kesempurnaan, namun sayang harapan mereka seringkali terbang terlalu tinggi, hingga sekalipun membutuhkan usaha ekstra keras untuk mewujudkannya, namun tujuan mereka seringkali tidak tergapai. Mereka juga memiliki standar hidup yang sangat tinggi yang dipandangnya sebagai sebuah konsep yang ideal, dan wajib dimiliki oleh setiap orang termasuk dirinya. Tetapi kenyataan seringkali berbeda dengan impian dan menyebabkan kelompok ini cenderung tidak selalu puas dengan keadaannya sendiri sehingga mereka kerap membencinya. Disamping itu, tidak puas dengan keberhasilan orang lain, juga telah menjadi salah satu sifatnya. Hal ini menyebabkan mereka sering tidak dapat diterima dengan baik dilingkungan tempatnya berada. Walaupun sifat buruk dan kekuranganya lebih dominan, tetapi kelompok ini memiliki cita rasa yang berada diatas orang kebanyakan, dan menyebabkan ia seperti hidup didalam dunianya sendiri.

          Karakter Spongebob merupakan sifat yang saya anggap paling menyenangkan, walaupun seringkali ia teledor dan konyol dalam memecahkan sebual permasalahan, namun ia sanggup menertawakan keadaan. Salah satu yang tidak setiap insan memilikinya. Dengan kemampuan seperti itu, para Spongebopers akan selalu dipandang sebagai sahabat yang menyenangkan bagi banyak orang. Uniknya, sikapnya yang selalu ingin menyenangkan siapa saja itu seringkali merepotkan dirinya sendiri. Sehingga bagi sebagian teman yang dekat dengannya, ia akan dipandang sebagai seseorang yang selalu punya banyak pekerjaan. Meskipun demikian, ia tetaplah sebuah pribadi yang menyenangkan dan selalu berusaha agar setiap sahabatnya merasa nyaman bersamanya.

          Pendeknya, Attitude setiap orang seringkali tidak serupa satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan pola pikir yang dipengaruhi oleh berbagai pengalaman dan karakter setiap orang yang berbeda-beda. Jangankan sifat, bukankah secara genetic tidak ada satu orang pun yang memiliki sidik jari yang sama? Bukankah menyatukan pikiran dari dua orang lebih mudah daripada sepuluh orang? Maka sesungguhnya klaim sifat dan karakter manusia yang telah ditetapkan berdasarkan horoskop tidak selalu menunjukkan karakter yang sebenarnya atau bahkan kontras. Menegaskan pemilik shio Kerbau sebagai orang yang pantas memimpin, berarti mengecilkan peran pemilik shio Macan untuk berusaha lebih keras dalam memimpin. Lantas, bagaimana dengan pemilik shio Anjing dan shio Babi? Apakah mereka Cuma pantas menjadi orang-orang yang “dipimpin” tanpa memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi apa saja yang mereka inginkan?  

Nah, anda sekalian termasuk didalam kelompok yang mana?!.

are u aware.....? ^^



"Love is blind,......"

.....begitulah kalimat yang sering didengung-dengungkan sahabat-sahabat saya semasa SMA dulu. Ungkapan ini dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa ‘cinta’ memilih subjeknya berdasarkan adanya ‘rasa’ saja dan tidak memerdulikan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi terjadinya ‘cinta’ itu sendiri. Mungkin maksudnya ketika anda memilih untuk menerima ungkapan ‘cinta’ dari seseorang yang bagi kebanyakan orang dikategorikan tak pantas untuk memiliki cinta siapapun, atau  ketika anda melihat sepasang kekasih yang terdiri dari individu yang super tampan atau cantik dan orang yang dapat dikategorikan ‘biasa-biasa’ saja. Hal seperti inilah yang bagi sebagian besar orang dianggap sebagai proses love is blind tadi.


Namun, setelah saya sadari saat ini, ternyata tak hanya love is blind tapi justru everything is blind untuk kita. Kecuali bila anda termasuk insan yang memiliki sixth sense dan dapat meramal masa depan. Mengapa saya katakan demikian? Sebab, kultur sebagian besar masyarakat kita hanya melihat sesuatu dari ‘kulit luar’nya saja. Mereka menganggap, ‘kulit luar’ sesuatu itu telah mencerminkan isi yang ada didalamnya. Bila anda juga memiliki alur berpikir seperti itu, maka anda mungkin termasuk salah satu dari mereka. Padahal, bila saja anda jeli melihat berbagai fenomena unik disekitar anda  atau bahkan melalui pesawat televisi, anda mungkin akan percaya tesis saya tadi. Bila anda menginginkan contoh, sebut saja beberapa kasus kriminal yang menghebohkan beberapa tahun lalu. Yang saya maksud disini adalah pelaku jagal yang mengegerkan Jombang diwaktu lalu. Ketika saya melihat penampilah fisiknya tak terbesit sedikitpun pikiran bahwa ia telah melakukan banyak kasus criminal yang merepotkan semua pihak. Beberapa kasus penculikan dan pemerkosaan juga demikian, kebanyakan pelakunya memiliki rupa yang tak dapat digolongkan ‘ala kadarnya’ namun justru parlente dan klimis-klimis. Demikian juga dengan beberapa pembobol bank yang say abaca beritanya di media. Melinda Dee misalnya, memiliki fisik yang rupawan, namun siapa sangka ia merupakan salah satu pembobol bank terbesar dan mengkoordinir sekelompok debt collector untuk menindas banyak orang.


Begitu juga pengalaman saya ketika tinggal di Jakarta dua tahun yang lalu. Saya sering bertemu dengan beberapa korban pencurian atau pelecehan seksual yang kebetulan berada ditempat yang sama dengan saya. Menurut mereka, pelaku kejahatan terhadap mereka justru orang-orang yang berpakaian rapi, tidak berpakaian lusuh bahkan lebih mirip eksekutif muda dengan dandanan yang necis. Mungkin karena tidak ‘berbentuk’ layaknya pelaku kejahatan yang umumnya digambarkan bertampang sangar, menenteng golok dan bertubuh besar, maka tingkat kewaspadaan setiap orang terhadap apa yang akan terjadi kepadanya menjadi berkurang. Kembali lagi, hal ini terjadi karena kita kerap melihat sesuatu dari ‘kulit luar’nya saja.


Dalam konteks per’cinta’an, tesis saya tentang everthing is blind tadi, juga masih sangat relevan. Mindset kebanyakan orang yang masih memilih ‘cinta’ berdasarkan pilihan rasional, telah turut mempengaruhi pilihannya nya sendiri. Diakui atau tidak, anda dan bahkan saya sendiri kerap memilih ‘cinta’ berdasarkan cover luarnya saja. Setiap pemuda jombler (sebutan saya untuk ‘jomblo’) tentu akan lebih tertarik kepada seorang gadis yang cantik dan kaya, ketimbang yang hanya cantik, atau kaya saja. Atau ketertarikan beberapa gadis terhadap pemuda yang tampan dan punya mobil, ketimbang yang hanya tampan saja. Fenomena ini membuat saya membenarkan apa yang dikatakan oleh Gerrard dalam the Ugly Truth, bahwa man or women, is always pick a person with a better resume. Orang sering membuat berbagai kualifikasi yang diinginkannya untuk menentukan standarnya sendiri terhadap ‘cinta’ yang akan diterimanya. Apabila ia berpenghasilan tinggi, satu check. Ia mengendarai mobil untuk ke kantor, satu check lagi. Memiliki deposito miliaran, satu check lagi. Hingga pada akhirnya, yang akan dipilih adalah kandidat yang memiliki check terbanyak atau yang senang saya sebut sebagai the walking checklist. Saya tidak dalam posisi menyalahkan pemegang prinsip ini, dan saya juga paham bahwa sebagian besar masyarakat kita memang masih menggunakan rasio untuk beberapa hal.


Tetapi, menurut pengalaman saya, prinsip tersebut memiliki beberapa kelemahan sendiri. Karena yang diperhatikan adalah perpektif fisiknya saja, maka sikap dan sifatnya cenderung tidak diprioritaskan. Padahal, bisa saja orang yang tajir tadi bukanlah orang yang penyayang dan selalu ada disaat yang diperlukan. Ia mungkin juga bukan orang yang jujur. Sehingga suatu saat nanti ketika anda mengetahui berbagai masalah atau kekurangannya, anda mungkin akan menyesal lalu meninggalkannya (karena anda memutuskan untuk rasional). Lalu bagaimana bila hal itu juga terjadi pada diri anda? Orang yang anda harapkan untuk menjaga hati, justru pergi segera ketika ia tahu kekurangan yang anda miliki. Everthing is blind bukan? Tak ada yang pasti. Saya dapat berargumen seperti ini karena telah seringkali melihatnya terjadi. Di titik ini, masa depan sebuah ‘hubungan’ percintaan tak dapat anda ramalkan. Saya pernah mengetahui seorang pemuda yang memilih untuk menjadi bagian dari kelompok rasional tadi, dan mencari ‘cinta’nya dengan berpikir secara logis. Ia memilih gadis yang profesinya paling mapan, yang keliatannya paling pandai ditempat kerja dengan latar belakang keluarga harmonis. Tapi yang ia dapatkan sungguh kontras, ternyata gadis yang diharapkannya itu sangat pandai membangun alibi (walaupun kadang konyol) dan berbicara tanpa kejujuran (menurutnya). Bahkan (ini yang lebih parah), ternyata ia telah memiliki suami yang sah, selama setengah tahun masa pertunangannya dengan pemuda tadi.


Sungguh, bukan maksud saya untuk meminta anda berprasangka buruk pada pasangan anda, lalu memaksa ia untuk mengakui apa saja. Tetapi yang paling penting kenalilah dulu siapa ‘cinta’ anda. Karena sekali lagi, everthing is blind dan akan tetap demikian hingga anda mendapatkan setitik kebenaran. Untuk kasus si pemuda tadi, bila saja ia berpegang pada sebuah logika dasar tentang ‘rasa suka’, yakni tulus dan jujur, maka ia mungkin takkan mudah terperdaya. Sebab jika seseorang mencintai dengan tulus, maka ia akan melakukan apa saja untuk kebahagiaan ‘cinta’nya, tak perduli seberapa susahnya upaya yang mesti ditempuh. Bukankah ‘cinta’ itu mestinya tulus diberikan? Bukankah setiap insan itu berharap untuk selalu mendapatkan perhatian? Karena ketika memutuskan untuk berada dibawah sebuah ikatan yang sah, anda mesti siap dengan segala konsekuensi yang ada.


Jadi, memilih dengan rasional ataupun tidak terserah kepada anda. Namun apakah anda yakin bila penerima ‘cinta’ anda menginginkan anda bahagia? Bila yang muncul selanjutnya adalah ‘sakit hati’, apakah mungkin anda benar-benar telah menemukan ‘cinta’? yang tahu jawabannya tentu anda sendiri. Love is illogical and unreasonable. Bila anda ‘jatuh cinta’, ya cinta saja, tak perduli apa atau siapakah dia. Tak perlu memberikan kualifikasi rumit yang pada akhirnya hanya akan menyusahkan anda sendiri dalam mencapainya. Kurang lebih sama seperti ketika anda suka dengan nasi goring, ketika ada yang bertanya mengapa anda suka, anda mungkin akan kebingungan lalu dengan santai menjawab, karena ‘suka’ saja. Seperti itulah mestinya sebuah proses ‘cinta’ itu mengalir, dan mungkin inilah yang disebut dengan love is blind.


Pada akhirnya, dengan semakin dewasanya kita dalam berpikir, tanpa disadari, kita akan memilih siapa saja orang-orang yang akan masuk ke dalam lingkaran hati kita. Tidak perlu banyak orang yang masuk ke dalam lingkaran tersebut, sebab yang langsung memilih adalah hati itu sendiri. Sedekat apa pun kita dengan orang tersebut, tidak menjamin akan dipilih oleh hati.

(Jazakallah buat mba' Floweria, kata-katanya indah sekali)…(^_^)